EVALUASI BUDAYA KERJA
Bagi
sebuah pemerintahan, era reformasi telah mendorong perubahan yang cukup besar
dalam berbagai aspek penyelenggaraan peerimtahan. Berbagai perubahan yang
muncul sangat disadari bahwa sebagai
lembaga pelayanan masyarakat, pemerintah menjadi jembatan antara aspirasi
masyarakat yang diakomodir oleh institusi politik melalui lembaga legislative
dengan masyarakatat riil yang secara langsung menerima dan menikmati pelayanan
yang diberikan oleh pemerintahan (birokrasi).
Hal
ini sangat berbeda dengan era sebelumnya dimana birokrasi dengan mudah
mengendalikan dua kekuatan tersebut. Untuk saat ini justru sebaliknya.
Birokrasi berada dalam pengawasan keduanya. Disamping itu, tuntutan, aspirasi
dan kebutuhan masyarakat mengalami perkembangan yang pesat, yang didukung oleh
media agregasi kepentingan public yang semakin mudah diakses sehingga dengan mudah pula menjadi agenda
politik yang harus direalisasikan secara efektif dan efisien oleh birokrasi.
Untuk
menghadapi sedemikian kompleksnya tuntutan kinerja birokrasi maka
birokrasi harus senantiasa meningkatkan
integritas dan profesionalismenya agar perubahan paradigma tersebut tidak
menjadi beban organisasi pemerintahan, akan tetapi justru menjadi tantangan
untuk memberikan pelayanan prima bagi pihak yang membutuhkannya. Namun
demikian, tentu perlu diperhatikan bahwa terlepas dari adanya tuntutan
tersebut, paradigma tata kelola pemerintahan yang baik harus menjadi kewajiban
penyelenggara pemerintahan untuk mewujudkannya.
Untuk
mewujudkan hal itu, setidaknya terdapat 3 hal, yakni:
1) Adanya
penerapan tata kelola pemerintahan yang baik
2) Adanya
upaya mengatasi keterbatasan anggaran
3)Adanya
upaya mengatasi keterbatasan sumber daya manusia.
Penerapan
Pemerintahan Yang Baik
Tata
pemerintahan yang baik akan terbangun manakala didukung oleh 3 pilar / aktor
yang saling mendukung yakni pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Apabila
ke-3 pilar tersebut berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik maka akan terjadi proses yang sinergis dan konstruktif di antara ke-3nya sehingga
secara umum sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
dapat mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Namun
demikian, harus disadari bahwa penggerak utama tata pemerintahan yang baik .berada
pada lingkungan pemerintahan (eksekutif, legislative dan yudikatif).
Untuk
mengukur adanya penerapanan tata pemerintahan yang baik dapat terlihat adanya
beberapa indicator sebagai berikut:
a.Terciptanya
system kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien,
efektif, transparan, profesional dan akuntable. Hal ini dapat dilihat dari:
1) Organisasi yang ideal yang dapat memberikan kemudahan
pelayanan yang cepat kepada masyarakat.
2) Membaiknya kualitas hubungan antara lembaga di dalam
jajaran pemerintahan
3) Adanya upaya penyelamatan, pelestarian dan pemeliharaan
dokumen / arsip negara.
4) Semakin baiknya kinerja aparatur pemerintah.
b.Tidak adanya perlakuan yang bersifat diskriminatif dalam memberikan
pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari:
1) Meningkatnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
2) Membaiknya kualitas sumber daya manusia, prasarana dan
fasilitas pelayanan.
3) Berkurangnya hambatan pelayanan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik.
4) Lebih diperhatikannya keluhan masyarakat atas pelayanan
yang diberikan oleh birokrasi.
c. Meningkatnya masyarakat dalam pengambilan kebijakan
publik yang ditunjukkan dengan berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka untuk
merumuskan program dan kebijakan layanan publik.
d.Berkurangnya secara nyata praktek-praktek yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku, misalnya:
1) Adanya pungutan yang tidak ada dasar aturannya
2) Penundaan pembiayaan untuk alasan-alasan yang tidak sewajarnya.
3) Pengeluaran yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Upaya Mengatasi Keterbatasan Anggaran
Sebagai
konsekuensi diberlakukannya otonomi daerah setidaknya tercatat 3 hal:
1) Terjadinya tuntutan mendasar di berbagai aspek kebutuhan masyarakat,
pemerintah dan dunia usaha.
2) Kebijakan
otonomi diartikan bukan hanya sebagai penyerahan kewenangan dalam pengelolaan
administrasi public tetapi juga dipandang sebagai penyerahan dibidang politik.
Hal ini berarti bahwa daerah dipandang sebagai entitas politik yang berhak mengatur
urusan rumah tangganya sendiri.
3) Dengan
berpindahnya focus kekuasaan dari pusat ke daerah, maka bertambah pula
sumber-sumber pendapatan daerah, yang berarti adanya peningkatan jumlah
anggaran yang harus dikelola langsung oleh pemerintah daerah.
Mencermati
ke-3 hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dari segi besaran anggaran
memang bertambah besar akan tetapi kebutuhan masyarakat juga semakin besar
sehingga diharuskan pengelolaan anggaran harus efisien dan efektif. Artinya
jajaran birokrasi harus dapat menghindari pengeluaran-pengeluaran anggaran yang
cenderung bersifat pemborosan.
Upaya
Mengatasi Keterbatasan SDM
Untuk
mengatasi keterbatan sumber daya manusia dalam rangka menciptakan good
governance setidaknya terdapat 3 hal:
1) Melakukan
restrukturisasi hirarki dan transisi ke dalam manajemen pemerintahan yang
menekankan pada tanggungjawab individual terhadap semua keputusan dan tindakan
yang diambil.
2) Melakukan rekayasa proses dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga proses pemerintahan akan semakin mudah
efisien dan efektif.
3) Melakukan perubahan terhadap kompetensi dan
perbaikan moral penyelenggara negara, utamanya birokrasi.
Berdasarkan
ke -3 hal tersebut maka sangat diharapkan bahwa sekalipun jumlah SDM yang ada
di setiap SKPD terbatas tetapi diharapkan tidak menjadi alibi bagi rendahnya
kualitas pelayanan, baik kualitas pelayanan terhadap masyarakat maupun antar
instansi.
Sebagai
upaya mendukung terciptanya birokrasi
yang memiliki integritas dan profesionalisme maka harus memiliki bangunan budaya
kerja yang kuat, yang dapat dijadikan sebagai pendorong perubahan kearah lebih
baik. Beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh aparatur pemerintah untuk
mendukung perubahan kearah yang lebih baik sebagai implementasi budaya kerja
adalah sebagai berikut:
1) Sudahkah para pejabat structural (pimpinan
SKPD menganut perubahan yang diinginkan?
2) Sudahkah
program pengembangan dirancang menyesuaikan dengan skill baru dan tuntutan
dunia kerja yang sedang berkembang?
3) Sudahkan
seluruh pegawai dijajaran SKPD mengerti apa, mengapa, kapan dan bagaimana suatu
perubahan dilakukan?
4) Sudahkah
struktur dan proses yang ada di dalam SKPD masing-masing diubah untuk mendukung
budaya kerja baru, yang lebih produktif.
Untuk mendapatkan jawaban yang ideal
terhadap pertanyaan diatas maka salah satu instrument pengukuran yang perlu
dilakukan adalah dengan mengevaluasi pelaksanaan budaya kerja di setiap satuan
kerja perangkat daerah. dengan adanya evaluasi budaya kerja diharapkan dapat di
ketahui untuk kemudian dilakukan pembinaan mengenai perilaku dan sikap aparatur pemerintah
kabupaten Purbalingga menjadi lebih baik, bermoral, professional dan
bertanggungjawab dengan demikian akan menopang prestasi kinerja aparatur
pemerintah.
Tujuan
1. Untuk
mendapatkan informasi mengenaia perkembangan implementasi budaya kerja di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
2. Untuk mengetahui produktifitas
kinerja aparatur yang tercermin dari kualitas pelayanan yang diberikan oleh
SKPD pemerintah kabupaten Purbalingga.
3. Meningkatkan
citra kelembagaan dan birokrasi yang kompeten dan professional
4. Untuk
mengetahui optimalisasi aktifitas tim
budaya kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.
5. Sebagai
dasar meningkatkan kinerja aparatur pemerintah
SASARAN
DAN MANFAAT EVALUASI
Sasaran dan manfaaat yang
akan dicapai dalam evaluasi ini adalah :
1. Tersusunnya
data dan informasi (peta permasalahan) sebagai masukan untuk bahan perbaikan
sistem pengembangan budaya kerja, terutama dalam rangka mendorong
perubahan-perub ahan persepsi, pola piker dan perilaku aparatur pemerintah
dalam penyelenggaraan pemrintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
2. Terciptanya
kontinuitas pengembangan budaya kerja dan peningkatan kinerja aparatur
pemerintah secara sistematik dan terprogram.
3. Memperbaiki
citra aparatur pemerintah sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap kredibilitas aparatur pemerintah.
Dasar
Evaluasi
1. Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 04/1991 tentang Pedoman
Pemasyarakatan Budaya Kerja
2. Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 25 Kep/M.PAN/2002 tentang Pedoman
Pengembangan Budaya Aparatur Negara