SEKAPUR SIRIH MENGAPA KITA HARUS BERBUAT:

Orang yang sangat mulia adalah orang yang memelopori suatu gerakan moral yang berguna bagi generasinya dan juga bagi generasi berikutnya; selanjutnya adalah orang yang memberikan jasa besar bagi masyarakat pada umumnya; dan selanjutnya adalah orang yang kata-katanya memberikan pencerahan dan inspirasi bagi orang lain. Ini adalah tiga pencapaian yang tak akan mati dalam kehidupan.
Disamping blog ini, saya juga menyediakan informasi untuk diakses dengan niat ibadah berbagi ilmu. Anda dapat: klik- : KSU BMT Buana Nawa Kartika ( ksubuananawakartika.blogspot.com ) dan Informasi Koperasi Purbalingga (infokop.blogspot.com).
Drs. Mugiyarto, M.Si
.

POLITIK


KILAS BALIK PENGUASA-PENGUASA PURBALINGGA


Satu pepatah yang sangat menarik dikemukakan oleh Ahmad Tohari, Budayawan Banyumas bahwa mewarisi buku lebih bermakna dari sekedar prasasti yang ditorehkan diatas batu,” tentu sangat penting untuk dicermati dan di kaji. Pesan tersebut mendorong orang untuk memiliki kecerdasan motivasi untuk berkarya, apapun bentuknya, seberapapun nilai kontribusi kemanfaatan hasil karya tersebut bagi dirinya dan orang lain yang menyimaknya. 
 Sebuah buku, yang ditulis oleh siapapun,  bukan hanya lebih lengkap pesan informasinya, akan tetapi memaksa orang untuk terus membaca, berpikir, menganalisa, menyimpulkan dan menuangkannya dalam bentuk gagasan atau ide, yang memungkinkan orang lain terinspirasi untuk mewujudkan gagasan tersebut. Bukankah tekhologi apapun yang ada saat ini, yang kita lihat dan yang kita rasakan adalah merupakan bentuk pengembangan dari ide atau gagasan masa lalu?. Sebagai seorang penulis, tak perlu mati ide ketika tak mendapatkan imbal materi dalam bentuk royalty atau apapun, sebab royalty dari seorang penulis adalah pahala yang akan terus mengalir, yang dapat kita nikmati di alam lain. 

 Sebuah ide atau gagasan yang di tuangkan dalam bentuk buku, merupakan karya yang bermanfaat karena dapat menampilkan setiap sudut hasil karya pembangunan, atau keilmuan yang akan  selalu dikenang, betapapun eranya telah beralih dari generasi ke generasi. Untuk itulah maka  saya selalu berusaha agar tidak pernah merasa lelah untuk berkarya, karena saya meyakini bahwa membaca dan menulis adalah satu paket ladang kita untuk beramal. Tentang kilas balik sejarah penguasa Purbalingga, sengaja saya cuplik dari buku karangan saya yang berjudul “JEJAK-JEJAK PEMBANGUNAN PURBALINGGA, dimaksudkan sebagai upaya mengingatkan para generasi mendatang bahwa kehidupan yang ada saat ini adalah proses dari interaksi peristiwa masa lalu, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Harapannya adalah siapapun kelak menjadi seorang penguasa dapat memiliki referensi bagaimana seharusnya menjadi seorang pemimpin. Hal ini sesuai dengan filosofi para kyai / ulama Nahdlatul Ulama,  yakni: “PERTAHANKAN SESUATU YANG SUDAH LAMA BERJALAN DENGAN BAIK DAN AMBIL SESUATU YANG BARU, YANG LEBIH BAIK.”
Selengkapnya tentang kilas balik penguasa Purbalingga adalah sebagai berikut:

1.    Kyai Tepusrumput
Menurut babad Purbalingga, yang ditulis dalam buku sejarah lahirnya Kabupaten Purbalingga, yang merupakan hasil kajian sejarah antara pemerintah kabupaten Purbalingga dengan LPM Universitas Gajah Mada, di jelaskan bahwa cikal bakal Purbalingga berawal dari kisah seorang tokoh yang bernama Kyai Tepusrumput.  Pada suatu saat, ketika  Kyai Tepusrumput sedang bertapa di bawah pohon Jatiwangi, Ia di datangi oleh seorang laki-laki tua bernama Kyai Kantaraga. Kyai Kantaraga memerintahkan agar Ia bertapa di bawah pohon Pule selama 40 hari.
Setelah perintah itu dilaksanakan, yaitu bertapa selama 40 hari, Ia mendapatkan sebentuk cincin emas, yang ternyata bernama Socaludira. Cincin itu, ternyasta adalah milik Sultan Pajang yang hilang.
Karena mengetahui bahwa cincin Socaludira adalah milik Sultan Pajang maka Ia mengembalikannya. Saking girangnya Sultan Pajang menemukan kembali cincin kesayangannya itu, maka Sultan Pajang memberikan hadiah kepada Kyai Tepusrumput seorang putri triman yang sedang hamil 4 bulan.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya putri triman itu melahirkan jabang bayi laki-laki, yang kemudian Ia serahkan kembali kepada Sultan Pajang. Akan tetapi, oleh Sultan Pajang bayi tersebut diserahkan kembali kepada kyai Tepusrumput, yang kemudian bergelar Kyai Ageng Ore-ore
Setelah tumbuh dewasa, anak dari putri triman atau anak tiri dari Kyai Tepusrumput menggantikan kedudukan Kyai Tepusrumput dengan gelar Kyai Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II.
2.    Adipati Onje II
Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II memperistri dua orang yang berasal dari Cipaku dan Pasir Luhur. Dari istri yang berasal dari Cipaku, Ia di karuniai 2 orang putra, yakni; Raden Cakra Kusuma dan Raden Mangunjaya. Selanjutnya dengan istri keduanya yang berasal dari Pasir Luhur, Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II di karuniai 2 putera yang semunya adalah perempuan.
Karena selalu terjadi percekcokan dalam keluarga akhirnya Adipati Onje membunuh kedua istrinya. Selanjutnya Ia kawin dengan anak perempuan Adipati Arenan yang bernama Nyai Pingen.
Dari perkawinan tersebut, Adipati Onje II, dikaruniai seorang putra bernama Kyai Arsa Kusuma yang kemudian berganti nama menjadi Kyai Arsantaka.
3.    Kyai Arsantaka
Setelah dewasa, Kyai Arsantaka kawin dengan 2 orang putri. Istri pertama bernama Nyai Merden dan istri kedua bernama Nyai Kedung Lumbu. Dari istri pertama, Kyai Arsantaka di karuniai 5 orang putera, yakni; pertama Nyai Arsamenggala, kedua Kyai Dipayuda, ketiga Kyai Arsayuda, yang kemudian menjadi menantu Tumenggung Yudanegara II. Putera keempat bernama Mas Ranamenggala dan kelima adalah Nyai Pancaprana. Dengan istri kedua, Kyai Arsantaka di karuniai 1 putera yaitu Mas Candrawijaya, yang di kemudian hari menjadi Patih Purbalingga.
Dari babad inilah maka selanjutnya masyarakat Purbalingga meyakini bahwa Kyai Arsantaka merupakan leluhur para penguasa di Kabupaten Purbalingga.
Kabupaten Purbalingga, menurut Babad Purbalingga, di awali ketika Kyai Arsayuda, Putera ke-3 Kyai Arsantaka dari istri pertamanya yaitu Nyai Merden, di jadikan menantu Tumenggung Yudanegara II,  yang kemudian diangkat sebagai Bupati Banyumas, selanjutnya diangkat menjadi Bupati Purbalingga dengan gelar Ngabehi Dipayuda III.
1. R. Tumenggung Dipayuda III
R. Tumenggung Dipayuda adalah putra ke-3 dari Kyai Arsakusuma yang berganti nama menjadi Kyai Arsantaka dengan istri yang bernama Nyai Merden. Banyak babad atau cerita tentang berdirinya sebuah pusat kekuasaan kabupaten Purbalingga, dimana  Kyai Arsantaka disebut-sebut sebagai cikal bakal berdirinya kabupaten Purbalingga. Dari perkawinannya dengan Nyai Merden, Kyai Arsantaka dikaruniai 5 orang putera, yakni: Nyai Arsamenggala, Kyai Dipayuda I, Kyai Arsayuda, Mas Ranamenggala dan terakhir adalah Nyai Pancaprana.
Sebelum menjadi Bupati Purbalingga, Kyai Arsayuda adalah menantu dari Tumenggung Yudanegara II ( 1728-1759) yang kemudian diangkat sebagai Bupati Banyumas, selanjutnya diangkat sebagai Bupati Purbalingga bergelar Ngabehi Dipayuda III.
Pada masa kekuasaan R. Tumenggung Dipayuda III, pemerintahannya dianggap monumental karena desa Purbalingga di jadikan sebagai Ibukota kabupaten yang sebelumnya berada di Karang lewas.  
2. R. Tumenggung Dipakusuma I]]
R. Tumenggung Dipakusuma adalah putra dari Ngabehi Dipayuda III dengan istri ke-3 yang bernama Nyai Tegal Pingen (putri dari Kyai Singayuda dan cucu dari Pangeran Mahdum Wali Prakosa, Pekiringan). Dari perkawinan tersebut, R. Ngabehi Dipayuda III dikaruniai 5 orang putra, yakni; pertama Raden Tumenggung Dipakusuma I yang kemudian menjadi Bupati Purbalingga menggantikan Ngabehi Dipayuda III, kedua Raden Dipawikrama yang kemudian menjadi Ngabehi Dayuh Luhur, ketiga R. Kertasana yang kemudian diangkat menjadi Patih purbalingga, keempat R. Nganten Mertakusuma dan kelima Kyai Kertadikrama yang kemudian diangkat menjadi Demang Purbalingga.
3.  R. Tumenggung Bratasoedira (24 Juni 1830)
R. Tumenggung Bratasoedira adalah putra dari R. Tumenggung Dipakusuma I dengan Raden Ayu Angger, puteri Pangeran Aria Prabu Amijaya yang berarti cucu dari  Mangkunegara I. Dengan perkawanan tersebut, R. Tumenggung Dipakusuma I dikaruniai 4 putra, yakni; pertama Raden Mas Tumenggung Bratasoedira ( Raden Mas Danukusuma), Kedua Raden Mas Bratakusuma, ketiga Raden Mas Tumenggung Dipakusuma II ( Raden Mas Taruna Kusuma I),  dan keempat adalah Raden Ayu Suryaningrat.  
4. R. Tumenggung Taruna Kusuma I (1 Agustus 1830)
R. Tumenggung Taruna Kusuma adalah adik dari R. Tumenggung Bratasoedira, yang berarti adalah putra ke-3 dari R. Tumenggung Dipakusuma I dengan istrinya Raden Ayu Angger ( cucu dari Amangkurat I).
5. R. Tumenggung Dipa Kusuma II (22 Agustus 1831)
R. Tumenggung Dipa Kusuma II adalah putra dari Raden Mas Tumenggung Bratasudira (Bupati Purbalingga ke-3) yang kawin dengan Mbok Mas Widata dari Kawong. Dari perkawinan tersebut di karuniai 4 putra, yakni; pertama Raden Ayu Mangkusudira, kedua Raden Anglingkusuma, ketiga Raden Mas Tumenggung Dipa Kusuma II, keempat Raden Dipasudira.  
6. R. Adipati Dipa Kusuma III (7 Agustus 1846)
R. Adipati Dipa Kusuma III adalah putera pertama dari R. Tumenggung Dipa Kusuma II dengan istri keduanya yaitu Raden Ayu Karangsari, puteri dari Raden Tumenggung Citrasuma, Bupati Jepara.  
7. R. Tumenggung Dipa Kusuma IV (4 Sept 1869)
R. Tumenggung Dipa Kusuma IV adalah putra dari Raden Tumenggung Dipa Kusuma II dengan istri ke-3 nya yang bernama Raden Ayu Brobot. Dengan istri ke-3 nya, Dipa Kusuma II di karuniai 5 putra, yakni; pertama Raden Ayu Adipati Suranegara, menjadi bupati Pemalang, kemudian yang kedua  R. Dipaningrat, ketiga Raden Dipaatmadja yang kemudian menjadi patih Banyumas selanjutnya menjadi Bupati Purbalingga dengan gelar Raden Tumenggung  Dipa Kusuma IV. Kemudian keempat adalah Raden ayu Dipasudira dan kelima Raden Ayu Mangku Atmadja.
8. R. Tumenggung Dipa Kusuma V (14 Februari 1868)
R. Tumenggung  Dipa Kusuma V adalah putra dari R. Tumenggung Dipa Kusuma IV dengan istrinya yang bernama Raden Ayu dipa Atmadja. Dari perkawinan tersebut di karuniai 8 putra, yakni; Raden Ayu Tumenggung Cakraseputra, menjadi Bupati Purwokerto, kedua Raden Tumenggung Dipa Kusuma V ( Kanjeng Candi Wulan), ketiga Raden Adipati Dipa Kusuma VI, keempat Raden Ayu Wiryaseputra, kelima Raden Sumadarmaja, keenam Raden Ayu Adipati Cakranegara, ketujuh Raden Ayu Taruna Kusuma IV,  dan kedelapan Raden Ayu taruna Atmadja.

9. R. Brotodimedjo (20 Nopember 1893-13 Sept 1899)
Raden Brotodimedjo adalah Ymt Bupati Purbalingga. Ia adalah mantan patih Purbalingga.
10.R. Tumenggung Adipati Dipa Kusuma VI (13 Sept 1899)
R. Tumenggung Dipa Kusuma VI adalah adik dari Dipa Kusuma V, yang berarti putra ketiga dari R. Adipati Dipa Kusuma dengan istri yang bernama Raden ayu Dipa Atmadja.
11. K.R.A.A. Soegondo (29 Oktober 1925)
K.R.A.A Soegondo adalah putra dari  Raden Tumenggung Dipa Kusuma IV, yang sekaligus menjadi menantu dari Paku Buwono X di Surakarta.
Selanjutnya setelah kekuasaan K.R.A.A. Soegondo berakhir, terjadi kevakuman.  Baru kemudian, setelah Indonesia merdeka bupati Purbalingga diangkat oleh DPRD, berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut:
12. Mas Soeyoto  (1946-1947)
13. R. Mas Kartono    (1947-1950)
14. R. Oetoyo Koesoemo  (1950-1954)
15. R. Hadisoekmo  (1954-1960)
16. R. Mohammad Soedjadi  (1960-1967)
17. R. Bambang Moerdharmo, SH  (1967-1973)
18. Letkol PSK Goentoer Daryono   (1973-1979)
19. Drs. Soetarno   (1979-1984)
20. Drs. Soekirman   (1984-1989)
21. Drs. Soelarno  (1989-1999)
22. Drs. H. Triyono Budi Sasongko, M.Si + Drs. Sotarto Rahmat   (2000-2005)
23. Drs. H. Triyono Budi Sasongko, M.Si + Drs. Heru Sudjotmoko,M.Si   (2005-2010)
24. Drs. Heru Sudjatmoko, M.Si+ Drs. Sukento Ridho Marhaendriyanto,M.Si  (2010-2015)
Sebagai catatan:
1)No. 12 sampai dengan 22 adalah Bupati pada masa setelah merdeka dan dipilih oleh DPRD.
2)No.23 atau pasangan Drs. H. Triyono Budi sasongko, M.Si dan Drs. H. Heru Soedjatmoko, M.Si dan no 24 yakni pasangan  Drs.H. Heru Sudjatmoko, M.Si, dan Drs. H. Sukento Ridho Marhaendriyanto,M.Si   di pilih secara langsung oleh rakyat.


MAKALAH PRESENTASI DAN BUKU KARYA MUGIYARTO