KILAS BALIK PENGUASA-PENGUASA PURBALINGGA
Satu
pepatah yang sangat menarik dikemukakan oleh Ahmad Tohari, Budayawan Banyumas
bahwa “mewarisi buku lebih bermakna dari sekedar prasasti yang ditorehkan
diatas batu,” tentu sangat penting untuk dicermati dan di kaji. Pesan
tersebut mendorong orang untuk memiliki kecerdasan motivasi untuk berkarya,
apapun bentuknya, seberapapun nilai kontribusi kemanfaatan hasil karya tersebut
bagi dirinya dan orang lain yang menyimaknya.
Sebuah
buku, yang ditulis oleh siapapun, bukan hanya lebih lengkap pesan
informasinya, akan tetapi memaksa orang untuk terus membaca, berpikir,
menganalisa, menyimpulkan dan menuangkannya dalam bentuk gagasan atau ide, yang
memungkinkan orang lain terinspirasi untuk mewujudkan gagasan tersebut.
Bukankah tekhologi apapun yang ada saat ini, yang kita lihat dan yang kita
rasakan adalah merupakan bentuk pengembangan dari ide atau gagasan masa lalu?.
Sebagai seorang penulis, tak perlu mati ide ketika tak mendapatkan imbal materi
dalam bentuk royalty atau apapun, sebab royalty dari seorang penulis adalah
pahala yang akan terus mengalir, yang dapat kita nikmati di alam lain.
Sebuah ide atau gagasan yang di tuangkan dalam bentuk buku, merupakan karya yang bermanfaat karena dapat menampilkan setiap sudut hasil karya pembangunan, atau keilmuan yang akan selalu dikenang, betapapun eranya telah beralih dari generasi ke generasi. Untuk itulah maka saya selalu berusaha agar tidak pernah merasa lelah untuk berkarya, karena saya meyakini bahwa membaca dan menulis adalah satu paket ladang kita untuk beramal. Tentang kilas balik sejarah penguasa Purbalingga, sengaja saya cuplik dari buku karangan saya yang berjudul “JEJAK-JEJAK PEMBANGUNAN PURBALINGGA, dimaksudkan sebagai upaya mengingatkan para generasi mendatang bahwa kehidupan yang ada saat ini adalah proses dari interaksi peristiwa masa lalu, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Harapannya adalah siapapun kelak menjadi seorang penguasa dapat memiliki referensi bagaimana seharusnya menjadi seorang pemimpin. Hal ini sesuai dengan filosofi para kyai / ulama Nahdlatul Ulama, yakni: “PERTAHANKAN SESUATU YANG SUDAH LAMA BERJALAN DENGAN BAIK DAN AMBIL SESUATU YANG BARU, YANG LEBIH BAIK.”
Selengkapnya
tentang kilas balik penguasa Purbalingga adalah sebagai berikut:
1.
Kyai Tepusrumput
Menurut babad Purbalingga, yang
ditulis dalam buku sejarah lahirnya Kabupaten Purbalingga, yang merupakan hasil
kajian sejarah antara pemerintah kabupaten Purbalingga dengan LPM Universitas
Gajah Mada, di jelaskan bahwa cikal bakal Purbalingga berawal dari kisah
seorang tokoh yang bernama Kyai Tepusrumput. Pada suatu
saat, ketika Kyai Tepusrumput sedang bertapa di bawah pohon Jatiwangi, Ia
di datangi oleh seorang laki-laki tua bernama Kyai Kantaraga. Kyai Kantaraga
memerintahkan agar Ia bertapa di bawah pohon Pule selama 40 hari.
Setelah perintah itu dilaksanakan,
yaitu bertapa selama 40 hari, Ia mendapatkan sebentuk cincin emas, yang
ternyata bernama Socaludira. Cincin itu, ternyasta adalah milik Sultan Pajang
yang hilang.
Karena mengetahui bahwa cincin
Socaludira adalah milik Sultan Pajang maka Ia mengembalikannya. Saking
girangnya Sultan Pajang menemukan kembali cincin kesayangannya itu, maka Sultan
Pajang memberikan hadiah kepada Kyai Tepusrumput seorang putri triman yang
sedang hamil 4 bulan.
Setelah menunggu cukup lama,
akhirnya putri triman itu melahirkan jabang bayi laki-laki, yang kemudian Ia
serahkan kembali kepada Sultan Pajang. Akan tetapi, oleh Sultan Pajang bayi
tersebut diserahkan kembali kepada kyai Tepusrumput, yang kemudian bergelar
Kyai Ageng Ore-ore
Setelah tumbuh dewasa, anak dari
putri triman atau anak tiri dari Kyai Tepusrumput menggantikan kedudukan Kyai
Tepusrumput dengan gelar Kyai Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II.
2.
Adipati Onje II
Adipati Anyakrapati atau Adipati
Onje II memperistri dua orang yang berasal dari Cipaku dan Pasir Luhur. Dari
istri yang berasal dari Cipaku, Ia di karuniai 2 orang putra, yakni; Raden
Cakra Kusuma dan Raden Mangunjaya. Selanjutnya dengan istri keduanya yang
berasal dari Pasir Luhur, Adipati Anyakrapati atau Adipati Onje II di karuniai
2 putera yang semunya adalah perempuan.
Karena selalu terjadi percekcokan
dalam keluarga akhirnya Adipati Onje membunuh kedua istrinya. Selanjutnya Ia
kawin dengan anak perempuan Adipati Arenan yang bernama Nyai Pingen.
Dari perkawinan tersebut, Adipati
Onje II, dikaruniai seorang putra bernama Kyai Arsa Kusuma yang kemudian
berganti nama menjadi Kyai Arsantaka.
3.
Kyai Arsantaka
Setelah dewasa, Kyai Arsantaka
kawin dengan 2 orang putri. Istri pertama bernama Nyai Merden dan istri kedua
bernama Nyai Kedung Lumbu. Dari istri pertama, Kyai Arsantaka di karuniai 5
orang putera, yakni; pertama Nyai Arsamenggala, kedua Kyai Dipayuda, ketiga
Kyai Arsayuda, yang kemudian menjadi menantu Tumenggung Yudanegara II. Putera
keempat bernama Mas Ranamenggala dan kelima adalah Nyai Pancaprana. Dengan
istri kedua, Kyai Arsantaka di karuniai 1 putera yaitu Mas Candrawijaya, yang
di kemudian hari menjadi Patih Purbalingga.
Dari babad inilah maka selanjutnya
masyarakat Purbalingga meyakini bahwa Kyai Arsantaka merupakan leluhur para
penguasa di Kabupaten Purbalingga.
Kabupaten Purbalingga, menurut
Babad Purbalingga, di awali ketika Kyai Arsayuda, Putera ke-3 Kyai Arsantaka
dari istri pertamanya yaitu Nyai Merden, di jadikan menantu Tumenggung
Yudanegara II, yang kemudian diangkat sebagai Bupati Banyumas,
selanjutnya diangkat menjadi Bupati Purbalingga dengan gelar Ngabehi Dipayuda
III.
1. R.
Tumenggung Dipayuda III
R. Tumenggung Dipayuda adalah putra ke-3 dari Kyai
Arsakusuma yang berganti nama menjadi Kyai Arsantaka dengan istri yang bernama
Nyai Merden. Banyak babad atau cerita tentang berdirinya sebuah pusat kekuasaan
kabupaten Purbalingga, dimana Kyai Arsantaka disebut-sebut sebagai cikal
bakal berdirinya kabupaten Purbalingga. Dari perkawinannya dengan Nyai Merden,
Kyai Arsantaka dikaruniai 5 orang putera, yakni: Nyai Arsamenggala, Kyai
Dipayuda I, Kyai Arsayuda, Mas Ranamenggala dan terakhir adalah Nyai
Pancaprana.
Sebelum menjadi Bupati Purbalingga, Kyai Arsayuda adalah
menantu dari Tumenggung Yudanegara II ( 1728-1759) yang kemudian diangkat
sebagai Bupati Banyumas, selanjutnya diangkat sebagai Bupati Purbalingga
bergelar Ngabehi Dipayuda III.
Pada masa kekuasaan R. Tumenggung Dipayuda III,
pemerintahannya dianggap monumental karena desa Purbalingga di jadikan sebagai
Ibukota kabupaten yang sebelumnya berada di Karang lewas.
2. R.
Tumenggung Dipakusuma I]]
R. Tumenggung Dipakusuma adalah putra dari Ngabehi
Dipayuda III dengan istri ke-3 yang bernama Nyai Tegal Pingen (putri dari Kyai
Singayuda dan cucu dari Pangeran Mahdum Wali Prakosa, Pekiringan). Dari
perkawinan tersebut, R. Ngabehi Dipayuda III dikaruniai 5 orang putra, yakni;
pertama Raden Tumenggung Dipakusuma I yang kemudian menjadi Bupati
Purbalingga menggantikan Ngabehi Dipayuda III, kedua Raden Dipawikrama yang
kemudian menjadi Ngabehi Dayuh Luhur, ketiga R. Kertasana yang kemudian
diangkat menjadi Patih purbalingga, keempat R. Nganten Mertakusuma dan kelima
Kyai Kertadikrama yang kemudian diangkat menjadi Demang Purbalingga.
3.
R. Tumenggung Bratasoedira (24 Juni 1830)
R. Tumenggung Bratasoedira adalah putra dari R.
Tumenggung Dipakusuma I dengan Raden Ayu Angger, puteri Pangeran Aria Prabu
Amijaya yang berarti cucu dari Mangkunegara I. Dengan perkawanan
tersebut, R. Tumenggung Dipakusuma I dikaruniai 4 putra, yakni; pertama Raden
Mas Tumenggung Bratasoedira ( Raden Mas Danukusuma), Kedua Raden Mas Bratakusuma,
ketiga Raden Mas Tumenggung Dipakusuma II ( Raden Mas Taruna Kusuma I),
dan keempat adalah Raden Ayu Suryaningrat.
4. R.
Tumenggung Taruna Kusuma I (1 Agustus 1830)
R. Tumenggung Taruna Kusuma adalah adik dari R.
Tumenggung Bratasoedira, yang berarti adalah putra ke-3 dari R. Tumenggung
Dipakusuma I dengan istrinya Raden Ayu Angger ( cucu dari Amangkurat I).
5. R.
Tumenggung Dipa Kusuma II (22 Agustus 1831)
R. Tumenggung Dipa Kusuma II adalah putra dari Raden Mas
Tumenggung Bratasudira (Bupati Purbalingga ke-3) yang kawin dengan Mbok Mas
Widata dari Kawong. Dari perkawinan tersebut di karuniai 4 putra, yakni;
pertama Raden Ayu Mangkusudira, kedua Raden Anglingkusuma, ketiga Raden Mas
Tumenggung Dipa Kusuma II, keempat Raden Dipasudira.
6. R.
Adipati Dipa Kusuma III (7 Agustus 1846)
R. Adipati Dipa Kusuma III adalah putera pertama dari R.
Tumenggung Dipa Kusuma II dengan istri keduanya yaitu Raden Ayu Karangsari,
puteri dari Raden Tumenggung Citrasuma, Bupati Jepara.
7. R.
Tumenggung Dipa Kusuma IV (4 Sept 1869)
R. Tumenggung Dipa Kusuma IV adalah putra dari Raden
Tumenggung Dipa Kusuma II dengan istri ke-3 nya yang bernama Raden Ayu Brobot.
Dengan istri ke-3 nya, Dipa Kusuma II di karuniai 5 putra, yakni; pertama Raden
Ayu Adipati Suranegara, menjadi bupati Pemalang, kemudian yang kedua R.
Dipaningrat, ketiga Raden Dipaatmadja yang kemudian menjadi patih Banyumas
selanjutnya menjadi Bupati Purbalingga dengan gelar Raden Tumenggung Dipa
Kusuma IV. Kemudian keempat adalah Raden ayu Dipasudira dan kelima Raden Ayu
Mangku Atmadja.
8. R.
Tumenggung Dipa Kusuma V (14 Februari 1868)
R. Tumenggung Dipa Kusuma V adalah putra dari R.
Tumenggung Dipa Kusuma IV dengan istrinya yang bernama Raden Ayu dipa Atmadja.
Dari perkawinan tersebut di karuniai 8 putra, yakni; Raden Ayu Tumenggung
Cakraseputra, menjadi Bupati Purwokerto, kedua Raden Tumenggung Dipa Kusuma V (
Kanjeng Candi Wulan), ketiga Raden Adipati Dipa Kusuma VI, keempat Raden Ayu
Wiryaseputra, kelima Raden Sumadarmaja, keenam Raden Ayu Adipati Cakranegara,
ketujuh Raden Ayu Taruna Kusuma IV, dan kedelapan Raden Ayu taruna
Atmadja.
9. R.
Brotodimedjo (20 Nopember 1893-13 Sept 1899)
Raden Brotodimedjo adalah Ymt Bupati Purbalingga. Ia
adalah mantan patih Purbalingga.
10.R.
Tumenggung Adipati Dipa Kusuma VI (13 Sept 1899)
R. Tumenggung Dipa Kusuma VI adalah adik dari Dipa
Kusuma V, yang berarti putra ketiga dari R. Adipati Dipa Kusuma dengan istri
yang bernama Raden ayu Dipa Atmadja.
11. K.R.A.A. Soegondo (29 Oktober 1925)
K.R.A.A Soegondo adalah putra dari Raden
Tumenggung Dipa Kusuma IV, yang sekaligus menjadi menantu dari Paku Buwono X di
Surakarta.
Selanjutnya setelah kekuasaan K.R.A.A. Soegondo
berakhir, terjadi kevakuman. Baru kemudian, setelah Indonesia merdeka
bupati Purbalingga diangkat oleh DPRD, berturut-turut dapat disebutkan sebagai
berikut:
12. Mas Soeyoto (1946-1947)
13. R. Mas Kartono (1947-1950)
14. R.
Oetoyo Koesoemo (1950-1954)
15. R.
Hadisoekmo (1954-1960)
16. R.
Mohammad Soedjadi (1960-1967)
17. R.
Bambang Moerdharmo, SH (1967-1973)
18. Letkol
PSK Goentoer Daryono (1973-1979)
19. Drs.
Soetarno (1979-1984)
20. Drs.
Soekirman (1984-1989)
21. Drs.
Soelarno (1989-1999)
22. Drs. H.
Triyono Budi Sasongko, M.Si + Drs. Sotarto Rahmat (2000-2005)
23. Drs. H.
Triyono Budi Sasongko, M.Si + Drs. Heru Sudjotmoko,M.Si (2005-2010)
24. Drs.
Heru Sudjatmoko, M.Si+ Drs. Sukento Ridho Marhaendriyanto,M.Si
(2010-2015)
Sebagai catatan:
1)No. 12
sampai dengan 22 adalah Bupati pada masa setelah merdeka dan dipilih oleh
DPRD.
2)No.23
atau pasangan Drs. H. Triyono Budi sasongko, M.Si dan Drs. H. Heru Soedjatmoko,
M.Si dan no 24 yakni pasangan Drs.H. Heru Sudjatmoko, M.Si,
dan
Drs. H. Sukento Ridho Marhaendriyanto,M.Si di
pilih secara langsung oleh rakyat.